false

Minggu, 28 April 2013

IBU

Cerita Tentang Ibu Menyayangi Anak Sampai Akhir Hayat

Cerita Tentang Ibu Menyayangi Anak Sampai Akhir Hayat - Jalannya sudah tertatih-tatih, karena usianya sudah lebih dari 60 tahun, sehingga kalau tidak perlu sekali, jarang ia bisa dan mau keluar rumah. Walaupun ia mempunyai seorang anak perempuan, ia harus tinggal dipanti jompo, karena kehadirannya tidak diinginkan. Masih teringat olehnya, betapa berat penderitaannya ketika akan melahirkan putrinya tersebut. Ayah dari bayi tersebut pergi setelah menghamilinya tanpa mau bertanggung jawab atas perbuatannya.
Disamping itu keluarganya menuntut agar ia menggugurkan bayi yang belum dilahirkan, karena keluarganya merasa malu mempunyai seorang putri yang hamil sebelum nikah, tetapi ia tetap mempertahakannya. Oleh sebab itu ia diusir dari rumah orang tuanya. Selain aib yang harus di tanggung, ia pun harus bekerja berat di pabrik untuk membiayai hidupnya. Ketika ia melahirkan putrinya, tidak ada seorang pun yang mendampinginya. Ia tidak mendapatkan kecupan manis maupun ucapan selamat dari siapapun juga, yang ia dapatkan hanya cemohan, karena telah melahirkan seorang bayi haram tanpa ada ayahnya
Walaupun demikian ia merasa bahagia sekali atas berkat yang didapatkannya dari Tuhan dimana ia telah dikaruniakan seorang putri. Ia berjanji akan memberikan seluruh kasih sayang yang ia miliki hanya untuk putrinya seorang. Siang ia harus bekerja berat di pabrik dan di waktu malam hari ia harus bekerja di tempat lain sampai larut malam, karena itu merupakan penghasilan tambahan yang ia bisa dapatkan.
Terkadang ia harus bekerja tambahan sampai jam 2 pagi. Tidur lebih dari 4 jam sehari itu adalah sesuatu kemewahan yang tidak pernah ia dapatkan. Bahkan Sabtu Minggu pun ia masih bekerja menjadi pelayan rumah makan. Ini ia lakukan semua agar ia bisa membiayai kehidupan maupun biaya sekolah putrinya yang tercinta. Ia tidak mau menikah lagi, karena ia masih tetap mengharapkan, bahwa pada suatu saat ayah kandung dari putrinya akan datang balik kembali kepadanya, disamping itu ia tidak mau memberikan ayah tiri kepada putrinya.
 

Sejak ia melahirkan putrinya ia menjadi seorang vegetarian, karena ia tidak mau membeli daging, itu terlalu mahal baginya. Uang untuk daging yang seyogianya ia bisa beli, ia sisihkan untuk putrinya. Untuk dirinya sendiri ia tidak pernah mau membeli pakaian baru, ia selalu menerima dan memakai pakaian bekas pemberian orang, tetapi untuk putrinya yang tercinta, hanya yang terbaik dan terbagus ia berikan, mulai dari pakaian sampai makanan.
Pada suatu saat ia jatuh sakit, demam panas. Cuaca diluar sangat dingin, karena pada saat itu lagi musim hujan. Ia telah menjanjikan untuk memberikan hadiah untuk putrinya, tetapi ternyata uang yang telah dikumpulkannya belum mencukupinya. Ia tidak ingin mengecewakan putrinya, maka dari itu walaupun cuaca diluar dingin sekali, bahkan dalam keadaan sakit dan lemah, ia tetap memaksakan diri untuk keluar rumah dan bekerja.
Sejak saat tersebut ia kena penyakit rheumatik, sehingga sering sekali badannya terasa sangat nyeri sekali. Ia ingin memanjakan putrinya dan memberikan hanya yang terbaik bagi putrinya walaupun untuk ini ia harus bekorban. Jadi dalam keadaan sakit ataupun tidak sakit ia tetap bekerja, selama hidupnya ia tidak pernah absen bekerja demi putrinya yang tercinta.
Karena perjuangan dan pengorbanannya akhirnya putrinya bisa melanjutkan studinya diluar kota. Disana putrinya jatuh cinta kepada seorang pemuda anak dari seorang konglomerat. Putrinya tidak pernah mau mengakui bahwa ia masih mempunyai orang tua. Ia merasa malu bahwa ia ditinggal minggat oleh ayah kandungnya dan ia merasa malu mempunyai seorang ibu yang bekerja hanya sebagai babu pencuci piring di rumah makan. Oleh sebab itulah ia mengaku kepada calon suaminya bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.
Pada saat putrinya menikah, ibunya hanya bisa melihat dari jauh dan itupun hanya pada saat upacara pernikahan. Ia tidak di undang, bahkan kehadirannya tidaklah di inginkan. Ia memandang dari jauh sambil mendoakan agar Tuhan selalu melindungi dan memberkati putrinya yang tercinta. Sejak saat itu bertahun-tahun ia tidak mendengar kabar dari putrinya, karena ia dilarang dan tidak boleh menghubungi putrinya. Pada suatu hari ia mendapat kabar bahwa putrinya telah melahirkan seorang putera, ia merasa bahagia sekali mendengar berita bahwa ia sekarang telah mempunyai seorang cucu.
Ia sangat mendambakan sekali untuk bisa memeluk dan menggendong cucunya, tetapi ini tidak mungkin, sebab ia tidak boleh menginjak rumah putrinya. Untuk ini ia berdoa tiap hari kepada Tuhan, agar ia bisa mendapatkan kesempatan untuk melihat dan bertemu dengananak dan cucunya. Karena keinginannya sedemikian besarnya untuk bisa melihat putri dan cucunya, ia melamar dengan menggunakan nama palsu untuk menjadi pembantu di rumah keluarga putrinya. Ia merasa bahagia, karena lamarannya diterima dan diperbolehkan bekerja disana. Dirumah putrinya ia bisa dan boleh menggendong cucunya, tetapi bukan sebagai nenek dari cucunya melainkan hanya sebagai bibi pembantu dari keluarga tersebut. Ia merasa berterima kasih sekali kepada Tuhan, bahwa ia permohonannya telah dikabulkan.
Dirumah putrinya, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus, bahkan binatang peliharaan mereka jauh lebih dikasihi oleh putrinyada daripada dirinya sendiri. Disamping itu sering sekali di bentak dan dimaki oleh putri dan anak darah dagingnya sendiri, kalau hal ini terjadi ia hanya bisa berdoa sambil menangis di dalam kamarnya yang kecil dibelakang dapur. Ia berdoa agar Tuhan mau mengampuni kesalahan putrinya, ia berdoa agar hukuman tidak dilimpahkan kepada putrinya, ia berdoa agar hukuman itu dilimpahkan saja kepadanya, karena ia sangat menyayangi putrinya.
Setelah bekerja bertahun-tahun sebagai pembantu tanpa ada orang yang mengetahui siapa dirinya dirumah tsb, akhirnya ia menderita sakit dan tidak bisa bekerja lagi. Mantunya merasa berhutang budi kepada pelayan tuanya yang setia ini sehingga ia memberikan kesempatan untuk menjalankan sisa hidupnya di panti jompo. Puluhan tahun ia tidak bisa dan tidak boleh bertemu lagi dengan putri kesayangannya. Uang pensiun yang ia dapatkan selalu ia sisihkan dan tabung untuk putrinya, dengan pemikiran siapa tahu pada suatu saat ia membutuhkan bantuannya.
Pada suatu hari, ia jatuh sakit lagi, tetapi ini kali ia merasakan bahwa saatnya sudah tidak lama lagi. Ia merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya satu keinginan yang ia dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk bisa bertemu dan boleh melihat putrinya sekali lagi. Disamping itu ia ingin memberikan seluruh uang simpanan yang ia telah kumpulkan selama hidupnya, sebagai hadiah terakhir untuk putrinya.
Suhu diluaran sangat dingin dan hujanpun turun dengan lebatnya. Jangankan manusia hewanpun pada saat itu tidak mau keluar dari rumahnya karena diluaran sangat dingin. Tetapi nenek tua ini tetap memaksakan diri untuk pergi kerumah putrinya. Ia ingin betemu dengan putrinya sekali lagi yang terakhir kali. Dengan tubuh menggigil karena kedinginan, ia menunggu datangnya kendaraan umum selama berjam-jam. Ia harus dua kali ganti kendaraan umum, karena jarak panti jompo tempat dimana ia tinggal letaknya jauh dari rumah putrinya. Satu perjalanan yang jauh dan tidak mudah bagi seorang nene tua yang berada dalam keadaan sakit.
Setiba dirumah putrinya dalam keadaan lelah dan kedinginan ia mengetuk rumah putrinya dan ternyata purtinya sendiri yang membukakan pintu rumah gedong dimana putrinya tinggal. Apakah ucapan selamat datang yang diucapkan putrinya? Apakah rasa bahagia bertemu kembali dengan ibunya? Tidak! Bahkan ia ditegur: “Kamu sudah bekerja dirumah kami puluhan tahun sebagai pembantu, apakah kamu tidak tahu bahwa untuk pembantu ada pintu khusus, pintu dibelakang rumah!”
“Nak, Ibu datang bukannya untuk bertamu melainkan hanya ingin memberikan hadiah untukmu. Ibu ingin melihat kamu sekali lagi, mungkin yang terakhir kalinya, bolehkah saya masuk sebentar saja, karena diluaran dingin sekali dan sedang turun hujan. Ibu sudah tidak kuat lagi nak!” kata wanita tua itu. “Maaf saya tidak ada waktu, disamping itu sebentar lagi kami akan menerima tamu seorang pejabat tinggi, lain kali saja. Dan kalau lain kali mau datang telepon dahulu, jangan sembarangan datang begitu saja!” ucapan putrinya dengannada kesal. Setelah itu pintu di tutup dengankeras. Ia mengusir ibu kandungnya sendiri, seperti mengusir seorang pengemis. Tidak ada rasa kasih, jangankan kasih belas kesianpun tidak ada.
Setelah beberapa saat kemudian bel rumah bunyi lagi, ternyata ada orang mau pinjam telepon dirumah putrinya “Maaf Bu, mengganggu, bolehkah kami pinjam teleponnya sebentar untuk menelpon ke kantor polisi, sebab dihalte di depan ada seorang nenek meninggal dunia, rupanya ia mati kedinginan!”. Wanita tua ini mati bukan hanya kedinginan jasmaniahnya saja, tetapi juga perasaannya. Ia sangat mendambakan sekali kehangatan dari kasih sayang putrinya yang tercinta yang tidak pernah ia dapatkan selama hidupnya.
****
Ibu adalah wanita yang paling hebat, dimana setiap detik beliau memberikan dan membagikan kasih tanpa pamrih dan tanpa balas. Kadang ibu kita sakit tetapi ia tidak pernah mengeluh. Jika kita tinggal jauh dari ibu, dan kita menelponnya, kadang pertanyaan standard selalu diajukan kepada: “Apa yang ibu bisa bantu untukmu nak?” Ia tidak memohon untuk dirinya sendiri dalam doanya, yang ia utamakan selalu hanyalah kami anak-anaknya! Ia selalu mendoakan anaknya siang dan malam.
Seorang ibu melahirkan dan membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang tanpa mengharapkan pamrih apapun juga. Seorang Ibu bisa dan mampu memberikan waktunya 24 jam sehari bagi anak-anaknya, tidak ada perkataan siang maupun malam, tidak ada perkataan lelah ataupun tidak mungkin.
Seorang ibu mendoakan dan mengingat anaknya tiap hari bahkan tiap menit dan ini sepanjang masa. Bukan hanya setahun sekali saja pada hari-hari tertentu. Kenapa kita baru bisa dan mau memberikan bunga maupun hadiah kepada ibu kita hanya pada waktu hari ibu saja. Sedangkan di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya, jangankan memberikan hadiah, kadang untuk menelpon saja kita tidak punya waktu. Kita akan bisa lebih membahagiakan ibu kita apabila kita mau memberikan sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih besar daripada bunga maupun hadiah.
Renungkanlah:
  • Kapan kita terakhir kali menelpon ibu?
  • Kapan kita terakhir mengundang ibu?
  • Kapan terakhir kali kita mengajak ibu jalan-jalan?
  • Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis dengan ucapan terima kasih kepada ibu kita?
  • Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk ibu kita?
Berikanlah kasih sayang selama ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila ibu telah tiada, karena ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.
Apakah Anda mengasihi ibu Anda? Apakah Anda masih ingat betapa besar kasih sayangnya ibu Anda?. Apabila Anda mengasihi ibunda anda sebarkanlah tulisan ini kepada rekan-rekan lainnya, agar mereka juga sadar selama ibunda mereka masih hidup berikanlah bakti kasih Anda kepada ibunda terkasih sebelumnya terlambat.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar