Cerita Tentang Ibu Menyayangi Anak Sampai Akhir Hayat
Cerita Tentang Ibu Menyayangi Anak Sampai Akhir Hayat - Jalannya
sudah tertatih-tatih, karena usianya sudah lebih dari 60 tahun,
sehingga kalau tidak perlu sekali, jarang ia bisa dan mau keluar rumah.
Walaupun ia mempunyai seorang anak perempuan, ia harus tinggal dipanti
jompo, karena kehadirannya tidak diinginkan. Masih teringat olehnya,
betapa berat penderitaannya ketika akan melahirkan putrinya tersebut.
Ayah dari bayi tersebut pergi setelah menghamilinya tanpa mau
bertanggung jawab atas perbuatannya.
Disamping itu keluarganya menuntut agar
ia menggugurkan bayi yang belum dilahirkan, karena keluarganya merasa
malu mempunyai seorang putri yang hamil sebelum nikah, tetapi ia tetap
mempertahakannya. Oleh sebab itu ia diusir dari rumah orang tuanya.
Selain aib yang harus di tanggung, ia pun harus bekerja berat di pabrik
untuk membiayai hidupnya. Ketika ia melahirkan putrinya, tidak ada
seorang pun yang mendampinginya. Ia tidak mendapatkan kecupan manis
maupun ucapan selamat dari siapapun juga, yang ia dapatkan hanya
cemohan, karena telah melahirkan seorang bayi haram tanpa ada ayahnya
Walaupun demikian ia merasa bahagia
sekali atas berkat yang didapatkannya dari Tuhan dimana ia telah
dikaruniakan seorang putri. Ia berjanji akan memberikan seluruh kasih
sayang yang ia miliki hanya untuk putrinya seorang. Siang ia harus
bekerja berat di pabrik dan di waktu malam hari ia harus bekerja di
tempat lain sampai larut malam, karena itu merupakan penghasilan
tambahan yang ia bisa dapatkan.
Terkadang ia harus bekerja tambahan
sampai jam 2 pagi. Tidur lebih dari 4 jam sehari itu adalah sesuatu
kemewahan yang tidak pernah ia dapatkan. Bahkan Sabtu Minggu pun ia
masih bekerja menjadi pelayan rumah makan. Ini ia lakukan semua agar ia
bisa membiayai kehidupan maupun biaya sekolah putrinya yang tercinta. Ia
tidak mau menikah lagi, karena ia masih tetap mengharapkan, bahwa pada
suatu saat ayah kandung dari putrinya akan datang balik kembali
kepadanya, disamping itu ia tidak mau memberikan ayah tiri kepada
putrinya.
Sejak ia melahirkan putrinya ia menjadi
seorang vegetarian, karena ia tidak mau membeli daging, itu terlalu
mahal baginya. Uang untuk daging yang seyogianya ia bisa beli, ia
sisihkan untuk putrinya. Untuk dirinya sendiri ia tidak pernah mau
membeli pakaian baru, ia selalu menerima dan memakai pakaian bekas
pemberian orang, tetapi untuk putrinya yang tercinta, hanya yang terbaik
dan terbagus ia berikan, mulai dari pakaian sampai makanan.
Pada suatu saat ia jatuh sakit, demam
panas. Cuaca diluar sangat dingin, karena pada saat itu lagi musim
hujan. Ia telah menjanjikan untuk memberikan hadiah untuk putrinya,
tetapi ternyata uang yang telah dikumpulkannya belum mencukupinya. Ia
tidak ingin mengecewakan putrinya, maka dari itu walaupun cuaca diluar
dingin sekali, bahkan dalam keadaan sakit dan lemah, ia tetap memaksakan
diri untuk keluar rumah dan bekerja.
Sejak saat tersebut ia kena penyakit
rheumatik, sehingga sering sekali badannya terasa sangat nyeri sekali.
Ia ingin memanjakan putrinya dan memberikan hanya yang terbaik bagi
putrinya walaupun untuk ini ia harus bekorban. Jadi dalam keadaan sakit
ataupun tidak sakit ia tetap bekerja, selama hidupnya ia tidak pernah
absen bekerja demi putrinya yang tercinta.
Karena perjuangan dan pengorbanannya
akhirnya putrinya bisa melanjutkan studinya diluar kota. Disana putrinya
jatuh cinta kepada seorang pemuda anak dari seorang konglomerat.
Putrinya tidak pernah mau mengakui bahwa ia masih mempunyai orang tua.
Ia merasa malu bahwa ia ditinggal minggat oleh ayah kandungnya dan ia
merasa malu mempunyai seorang ibu yang bekerja hanya sebagai babu
pencuci piring di rumah makan. Oleh sebab itulah ia mengaku kepada calon
suaminya bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.
Pada saat putrinya menikah, ibunya hanya
bisa melihat dari jauh dan itupun hanya pada saat upacara pernikahan.
Ia tidak di undang, bahkan kehadirannya tidaklah di inginkan. Ia
memandang dari jauh sambil mendoakan agar Tuhan selalu melindungi dan
memberkati putrinya yang tercinta. Sejak saat itu bertahun-tahun ia
tidak mendengar kabar dari putrinya, karena ia dilarang dan tidak boleh
menghubungi putrinya. Pada suatu hari ia mendapat kabar bahwa putrinya
telah melahirkan seorang putera, ia merasa bahagia sekali mendengar
berita bahwa ia sekarang telah mempunyai seorang cucu.
Ia sangat mendambakan sekali untuk bisa
memeluk dan menggendong cucunya, tetapi ini tidak mungkin, sebab ia
tidak boleh menginjak rumah putrinya. Untuk ini ia berdoa tiap hari
kepada Tuhan, agar ia bisa mendapatkan kesempatan untuk melihat dan
bertemu dengananak dan cucunya. Karena keinginannya sedemikian besarnya
untuk bisa melihat putri dan cucunya, ia melamar dengan menggunakan nama
palsu untuk menjadi pembantu di rumah keluarga putrinya. Ia merasa
bahagia, karena lamarannya diterima dan diperbolehkan bekerja disana.
Dirumah putrinya ia bisa dan boleh menggendong cucunya, tetapi bukan
sebagai nenek dari cucunya melainkan hanya sebagai bibi pembantu dari
keluarga tersebut. Ia merasa berterima kasih sekali kepada Tuhan, bahwa
ia permohonannya telah dikabulkan.
Dirumah putrinya, ia tidak pernah
mendapatkan perlakuan khusus, bahkan binatang peliharaan mereka jauh
lebih dikasihi oleh putrinyada daripada dirinya sendiri. Disamping itu
sering sekali di bentak dan dimaki oleh putri dan anak darah dagingnya
sendiri, kalau hal ini terjadi ia hanya bisa berdoa sambil menangis di
dalam kamarnya yang kecil dibelakang dapur. Ia berdoa agar Tuhan mau
mengampuni kesalahan putrinya, ia berdoa agar hukuman tidak dilimpahkan
kepada putrinya, ia berdoa agar hukuman itu dilimpahkan saja kepadanya,
karena ia sangat menyayangi putrinya.
Setelah bekerja bertahun-tahun sebagai
pembantu tanpa ada orang yang mengetahui siapa dirinya dirumah tsb,
akhirnya ia menderita sakit dan tidak bisa bekerja lagi. Mantunya merasa
berhutang budi kepada pelayan tuanya yang setia ini sehingga ia
memberikan kesempatan untuk menjalankan sisa hidupnya di panti jompo.
Puluhan tahun ia tidak bisa dan tidak boleh bertemu lagi dengan putri
kesayangannya. Uang pensiun yang ia dapatkan selalu ia sisihkan dan
tabung untuk putrinya, dengan pemikiran siapa tahu pada suatu saat ia
membutuhkan bantuannya.
Pada suatu hari, ia jatuh sakit lagi,
tetapi ini kali ia merasakan bahwa saatnya sudah tidak lama lagi. Ia
merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya satu keinginan yang ia
dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk bisa bertemu dan boleh
melihat putrinya sekali lagi. Disamping itu ia ingin memberikan seluruh
uang simpanan yang ia telah kumpulkan selama hidupnya, sebagai hadiah
terakhir untuk putrinya.
Suhu diluaran sangat dingin dan hujanpun
turun dengan lebatnya. Jangankan manusia hewanpun pada saat itu tidak
mau keluar dari rumahnya karena diluaran sangat dingin. Tetapi nenek tua
ini tetap memaksakan diri untuk pergi kerumah putrinya. Ia ingin betemu
dengan putrinya sekali lagi yang terakhir kali. Dengan tubuh menggigil
karena kedinginan, ia menunggu datangnya kendaraan umum selama
berjam-jam. Ia harus dua kali ganti kendaraan umum, karena jarak panti
jompo tempat dimana ia tinggal letaknya jauh dari rumah putrinya. Satu
perjalanan yang jauh dan tidak mudah bagi seorang nene tua yang berada
dalam keadaan sakit.
Setiba dirumah putrinya dalam keadaan
lelah dan kedinginan ia mengetuk rumah putrinya dan ternyata purtinya
sendiri yang membukakan pintu rumah gedong dimana putrinya tinggal.
Apakah ucapan selamat datang yang diucapkan putrinya? Apakah rasa
bahagia bertemu kembali dengan ibunya? Tidak! Bahkan ia ditegur: “Kamu
sudah bekerja dirumah kami puluhan tahun sebagai pembantu, apakah kamu
tidak tahu bahwa untuk pembantu ada pintu khusus, pintu dibelakang
rumah!”
“Nak, Ibu datang bukannya untuk bertamu
melainkan hanya ingin memberikan hadiah untukmu. Ibu ingin melihat kamu
sekali lagi, mungkin yang terakhir kalinya, bolehkah saya masuk sebentar
saja, karena diluaran dingin sekali dan sedang turun hujan. Ibu sudah
tidak kuat lagi nak!” kata wanita tua itu. “Maaf saya tidak ada waktu,
disamping itu sebentar lagi kami akan menerima tamu seorang pejabat
tinggi, lain kali saja. Dan kalau lain kali mau datang telepon dahulu,
jangan sembarangan datang begitu saja!” ucapan putrinya dengannada
kesal. Setelah itu pintu di tutup dengankeras. Ia mengusir ibu
kandungnya sendiri, seperti mengusir seorang pengemis. Tidak ada rasa
kasih, jangankan kasih belas kesianpun tidak ada.
Setelah beberapa saat kemudian bel rumah
bunyi lagi, ternyata ada orang mau pinjam telepon dirumah putrinya
“Maaf Bu, mengganggu, bolehkah kami pinjam teleponnya sebentar untuk
menelpon ke kantor polisi, sebab dihalte di depan ada seorang nenek
meninggal dunia, rupanya ia mati kedinginan!”. Wanita tua ini mati bukan
hanya kedinginan jasmaniahnya saja, tetapi juga perasaannya. Ia sangat
mendambakan sekali kehangatan dari kasih sayang putrinya yang tercinta
yang tidak pernah ia dapatkan selama hidupnya.
****
Ibu adalah wanita yang paling hebat,
dimana setiap detik beliau memberikan dan membagikan kasih tanpa pamrih
dan tanpa balas. Kadang ibu kita sakit tetapi ia tidak pernah mengeluh.
Jika kita tinggal jauh dari ibu, dan kita menelponnya, kadang pertanyaan
standard selalu diajukan kepada: “Apa yang ibu bisa bantu untukmu nak?”
Ia tidak memohon untuk dirinya sendiri dalam doanya, yang ia utamakan
selalu hanyalah kami anak-anaknya! Ia selalu mendoakan anaknya siang dan
malam.
Seorang ibu melahirkan dan membesarkan
anaknya dengan penuh kasih sayang tanpa mengharapkan pamrih apapun juga.
Seorang Ibu bisa dan mampu memberikan waktunya 24 jam sehari bagi
anak-anaknya, tidak ada perkataan siang maupun malam, tidak ada
perkataan lelah ataupun tidak mungkin.
Seorang ibu mendoakan dan mengingat
anaknya tiap hari bahkan tiap menit dan ini sepanjang masa. Bukan hanya
setahun sekali saja pada hari-hari tertentu. Kenapa kita baru bisa dan
mau memberikan bunga maupun hadiah kepada ibu kita hanya pada waktu hari
ibu saja. Sedangkan di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya,
jangankan memberikan hadiah, kadang untuk menelpon saja kita tidak punya
waktu. Kita akan bisa lebih membahagiakan ibu kita apabila kita mau
memberikan sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih
besar daripada bunga maupun hadiah.
Renungkanlah:
- Kapan kita terakhir kali menelpon ibu?
- Kapan kita terakhir mengundang ibu?
- Kapan terakhir kali kita mengajak ibu jalan-jalan?
- Dan kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis dengan ucapan terima kasih kepada ibu kita?
- Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk ibu kita?
Berikanlah kasih sayang selama ibu kita
masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila ibu
telah tiada, karena ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.
Apakah Anda mengasihi ibu Anda? Apakah
Anda masih ingat betapa besar kasih sayangnya ibu Anda?. Apabila Anda
mengasihi ibunda anda sebarkanlah tulisan ini kepada rekan-rekan
lainnya, agar mereka juga sadar selama ibunda mereka masih hidup
berikanlah bakti kasih Anda kepada ibunda terkasih sebelumnya terlambat.